Jejak spiritual Mbah Warso, keistimewaan dan mengukuhkan ukhuwah Islamiyah

Di Indonesia banyak sekali waliyullah yang memiliki karomah. Ada yang terlihat secara kasat mata dan ada pula yang tidak disadari, padahal orang tersebut memiliki karomah.

Mbah Warso merupakan Waliyullah dan juga menjadi figur sentral dalam penyebaran agama Islam di  Desa Sumberarum Kecamatan Kerek Kabupaten Tuban. Makam beliau menjadi tujuan wisata religi serta bertawasul, tepatnya di belakang Polsek Kerek. 

Tempat dan tanggal kelahiran beliau tidak diketahui secara pasti, karena tidak adanya bukti “otentik” yang tercatat dalam manuskrip maupun buku-buku sejarah. Akan tetapi folklor lisan (cerita rakyat) yang beredar dikalangan masyarakat, Beliau berasal dari daerah yang bernama Ngendong dan menetap di desa Ngidon atau yang sekarang dikenal sebagai Desa Sumberarum untuk mensyiarkan agama Islam.

Semasa hidup, setiap harinya aktivitas beliau adalah sebagai seorang petani dan peternak, “dulu katanya kerbau beliau banyak mas, menggembala kerbau itu sangat banyak mas” ucap salah satu narasumber yang kami temui. Beliau dikenal sederhana dan ramah, selain Karena kealimannya, beliau juga mempunyai banyak karomah. Tidak sembarang orang mendapat karomah dari Allah SWT. Hanya orang-orang pilihan yang diberikan keistimewaan ini. Biasanya orang dianugerahi karomah adalah orang yang berpangkat Wali. Kedekatan orang yang memiliki karomah dengan Allah SWT sudah tidak diragukan lagi. 

Salah satu karomah yang dimiliki Mbah Warso dan sering terjadi ialah banyak orang ditemui langsung oleh Mbah Warso di kota suci Mekkah, Akan tetapi banyak orang yang tidak  menduga-duga bahwa Mbah Warso sang waliyullah itu sudah tiada satu abad yang lalu. Beberapa orang yang bertemu beliau saat di Mekkah bercerita kalau Mbah Warso di sana membagi-bagikan air kepada jamaah dan memberitahu kalau rumahnya di Ngidon (Sumberarum) belakang Polsek Kerek.

Diceritakan oleh mbah Lasmani “dulu Mbah Warso mempunyai kuda, adapun pelana kuda milik Mbah Warso masih tersimpan di rumah kangMas Yasin. Disana juga ada musholla peninggalan Mbah Warso yang masih terawat hingga sekarang, besok kamu langsung kesana saja kalau mau melihat barang peninggalan Mbah warso”.


Mbah Lasmani juga bercerita kalau Mbah Warso orangnya suka bercanda, pernah saat acara Maulid ada ayam yang sudah siap disantap malah hidup kembali dan nasi uduk berubah jadi beras. Ada lagi karomah Mbah Warso, waktu itu Mbah Warso habis menghadiri acara kenduri di luar desa dan membawa bingkisan masakan yang diberi oleh tuan rumah, bingkisan tersebut diberikan ke anak-anak yang sedang mengembala, waktu bingkisan itu dibuka, masakan tersebut masih dalam kondisi panas.

Untuk menggali kisah karomah Mbah Warso, penulis juga mewawancarai sesepuh Desa Sumberarum yang bernama mbah Sadari, beliau mengisahkan dari berbagai cerita yang beliau dapat. Kemampuan spiritual Mbah Warso tercermin dalam peristiwa-peristiwa lain, beliau sering kali memberikan petunjuk kepada orang-orang yang sedang mengalami kesulitan, banyak gadis yang belum kunjung menikah setelah mendapatkan isyarat dari Mbah Warso, tak lama kemudian langsung dilamar.

Karomah Mbah Warso juga diceritakan oleh salah satu narasumber. Waktu itu Mbah Warso akan menghadiri acara pengajian di daerah Bancar, saat berangkat dan baru sampai di perempatan Sumberarum, ada delman yang lewat dan Mbah Warso ingin menumpang delman itu, tapi apa boleh buat, delman yang akan ditunggangi beliau sudah penuh, sehingga pak kusir dan para penumpang tidak mengizinkan Mbah Warso untuk ikut naik. Setelah beberapa kilometer delman berjalan dan sampai di Desa Glondong,   para rombongan itu kaget karena Mbah Warso sudah sampai sana terlebih dahulu, padahal tidak ada kendaraan lain yang mendahului kendaraannya. Karena para rombongan terheran-heran oleh kelakuan Mbah Warso, akhirnya mereka menawarkan tumpangan pada Beliau. Putaran roda delman terus menggelinding melalui jalur yang tidak selalu mulus, terik matahari mengiringi perjalanan mereka hingga sampai di daerah yang dituju. Mbah Warso lekas turun dari kendaraan yang ditumpangi, beliau memberi ongkos pada si kusir, akan tetapi si kusir menolak hingga berkali-kali, akhirnya Mbah Warso meletakkan ongkos disisi kusir dan pergi meninggalkan rombongan. Belum sampai beberapa detik, hal aneh pun terjadi, sesaat orang yang menumpang tadi seketika hilang entah kemana, Mbah Warso seperti berteleportasi pada tempat lain.

Dari beberapa narasumber yang diwawancarai, tidak dapat disimpulkan kapan pastinya beliau kembali ke Rahmatullah. Beliau di makamkan di Desa Sumberarum Kecamatan Kerek Kabupaten Tuban yang di apit oleh dua orang terdekatnya.

Penghormatan masyarakat Desa Sumberarum terhadap Mbah Warso terlihat jelas dari tradisi tahunan yang mereka lestarikan. Setiap bulan Suro dalam penanggalan Jawa yang bertepatan dengan bulan Muharram dalam kalender Hijriyah, tepatnya hari Jumat Legi diadakan Haul Beliau. Acara ini dihadiri oleh ratusan bahkan ribuan orang, tidak hanya dari Desa Sumberarum, tetapi juga dari desa-desa sekitarnya. Haul ini menjadi momen penting bagi masyarakat untuk mengenang jasa dan perjuangan Mbah Warso dalam menyebarkan Islam rahmatan lil alamin.

Dengan peninggalan sejarah dan tradisi yang terus dijaga, Mbah Warso tetap hidup dalam hati dan kehidupan masyarakat Desa Sumberarum. Beliau bukan hanya penyebar agama, tetapi juga simbol kekuatan iman dan persatuan umat Islam di wilayah ini. Tradisi Haul dan penghormatan terhadap makam beliau menjadi bukti nyata betapa besar peran dan pengaruh Mbah Warso dalam sejarah dan kehidupan masyarakat Desa Sumberarum.

Oleh: KKN IAINU Tuban Posko 13

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama